profil

Arifah Dewi M, alumnus MM CSR Universitas Trisakti saat ini bekerja sebagai executive CSR program pada perusahaan pertambangan BUMN.

Bambang Setyo Mulyanto adalah alumnus Program MM CSR Universitas Trisakti, berprofesi sebagai konsultan kehutanan. Dia aktif  dalam beragam program pengelolaan hutan lestari di indonesia.

Suci Mayang Sari,  alumnus  MM CSR Universitas Trisakti. bekerja sebagai peneliti bidang sosial dan politik.

Imelda Marselas Wangkar adalah alumnus MM CSR Universitas Trisakti berprofesi sebagai presenter televisi swasta di Jakarta.

Pudyardono Prajarto lahir di Semarang, Jawa Tengah. Ia menyelesaikan pendidikan SD hingga menjadi sarjana hukum dan ekonomi di kota tersebut.

Ia memasuki dunia kerja di Jakarta sebagai ekseskutif pada sebuah perusahaan rayon terbesar di dunia. Setelah meraih pengalaman kerja cukup lama, ia melanjutkan pendidikan S2 di Program MM CSR Universitas Trisakti. Tahun 2010 ia meraih gelar MM dengan konsentraasi CSR.

Ketika mahasiswa sangat aktif melibatkan diri dalam berbagai kegiatan. Mulai dari forum diskusi kelas, FGD, workshop, seminar internal  hingga konferensi internasional. Dari kegiatan di dalam kelas hingga aktivitas kunjunngan lapangan. Tentunya, Doni pun tak melewatkan kegiatan santai mahasiswa seperti makan siang hingga buka puasa bareng.

Akivitas ini tampanya tak lepas dari "statusnya" di tempat kerja. Ia berkantor di Jakarta menjabat sebagai senior manajer di sebuah perusahaan asing produsen rayon terbesar dunia. Jabatannya ini mengharuskan Doni berkomunikasi dan menjalin hubungan kerja dengan berbagai pihak di luar perusahaan. Tak mengherankan jika ia bergitu luwes dalam pergaulan.

Setelah meraih gelar MM (CSR) ia pun tak lantas meninggalkan almamaternya. Di sela-sela kesibukan kerjanya sebagai senior manajer, ia masih menyempatkan diri membantu Program MM CSR pada oengembangan beberapa program.

Gajah Mada (wafat k. 1364) adalah seorang panglima perang dan tokoh yang sangat berpengaruh pada zaman kerajaan Majapahit.[1][2][3] Menurut berbagai sumber mitologi, kitab, dan prasasti dari zaman Jawa Kuno, ia memulai kariernya tahun 1313, dan semakin menanjak setelah peristiwa pemberontakan Ra Kuti pada masa pemerintahan Sri Jayanagara, yang mengangkatnya sebagai Patih[1]. Ia menjadi Mahapatih (Menteri Besar) pada masa Ratu Tribhuwanatunggadewi, dan kemudian sebagai Amangkubhumi (Perdana Menteri) yang mengantarkan Majapahit ke puncak kejayaannya.[4]

Gajah Mada terkenal dengan sumpahnya, yaitu Sumpah Palapa, yang tercatat di dalam Pararaton[5]. Ia menyatakan tidak akan memakan palapa sebelum berhasil menyatukan Nusantara. Meskipun ia adalah salah satu tokoh sentral saat itu, sangat sedikit catatan-catatan sejarah yang ditemukan mengenai dirinya. Wajah sesungguhnya dari tokoh Gajah Mada, saat ini masih kontroversial.[6] Pada masa sekarang, Indonesia telah menetapkan Gajah Mada sebagai salah satu Pahlawan Nasional dan merupakan simbol nasionalisme[7] dan persatuan Nusantara[8]

Gajah Mada (wafat k. 1364) adalah seorang panglima perang dan tokoh yang sangat berpengaruh pada zaman kerajaan Majapahit.[1][2][3] Menurut berbagai sumber mitologi, kitab, dan prasasti dari zaman Jawa Kuno, ia memulai kariernya tahun 1313, dan semakin menanjak setelah peristiwa pemberontakan Ra Kuti pada masa pemerintahan Sri Jayanagara, yang mengangkatnya sebagai Patih[1]. Ia menjadi Mahapatih (Menteri Besar) pada masa Ratu Tribhuwanatunggadewi, dan kemudian sebagai Amangkubhumi (Perdana Menteri) yang mengantarkan Majapahit ke puncak kejayaannya.[4]

Gajah Mada terkenal dengan sumpahnya, yaitu Sumpah Palapa, yang tercatat di dalam Pararaton[5]. Ia menyatakan tidak akan memakan palapa sebelum berhasil menyatukan Nusantara. Meskipun ia adalah salah satu tokoh sentral saat itu, sangat sedikit catatan-catatan sejarah yang ditemukan mengenai dirinya. Wajah sesungguhnya dari tokoh Gajah Mada, saat ini masih kontroversial.[6] Pada masa sekarang, Indonesia telah menetapkan Gajah Mada sebagai salah satu Pahlawan Nasional dan merupakan simbol nasionalisme[7] dan persatuan Nusantara[8]

Prof. Dr. Thoby Mutis adalah Rektor Universitas Trisakti. Ia dikenal sebagai pakar koperasi Indonesia dan telah menerima beragam penghargaan di bidang koperasi, di antaranya Hatta Nugraha, Lambang Pengabdian Koperasi Tertinggi (1997) dan Anugrah sebagai Penulis Manajemen Koperasi Terbaik (1987).
Beragam buku mengenai koperasi pun pernah ditulis Prof. Dr. Thoby Mutis, antara lain Ragam Koperasi di Mancanegara (Kukmus Usakti, 1999) dan Pengembangan Koperasi (Gramedia, 1992). Ia aktif pula sebagai anggota Himpunan Pakar Koperasi dan Manajemen Usaha Kecil dan Menengah Asia Pasifik dan Penasehat Ikatan Penulis Koperasi.

Perkembangan CECT dan Program MM CSR Universitas Trisakti tak bisa dilepaskan dari peran Maria Rosaline Nindita Radyati Ph.D. Pada tahun 2007 CECT berhasil mendapat grant dari Ford Fondation untuk progam Business for Social Responsibility yang mendorong lahirnya Program MM CSR. Maria Rosaline Nindita Radyati meraih gelar PhD di bidang manajemen dari University of Technology, Sydney (UTS), Magister Ekonomi dari Universitas Indonesia dan Sarjana Ekonomi dari Universitas Trisakti. Ia menjadi dosen di Universitas Trisakti sejak 1990 dan memimpin CECT (Center for Entrepreneurship Change and Third Sector) sebagai direktur mulai 2000 serta menjadi Direktur Program MM CSR sejak 2008.