Salah satu tujuan utama perusahaan melakukan kegiatan tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR) adalah mengurangi interupsi bisnis, termasuk yang timbul akibat kiprah pemasoknya.
Konsekuensi positif dari melakukan CSR adalah membangun reputasi baik bagi perusahaan. Jika perusahaan atau organisasi tidak mampu membina, memonitor, dan mengevaluasi pemasoknya agar menjalankan praktik bisnis yang etis maka reputasi perusahaan atau organisasi tersebutlah yang dipertaruhkan.
Pemasok merupakan salah satu pemangku kepentingan utama bagi perusahaan dalam semua jenis industri, baik yang memproduksi barang maupun jasa. Setiap industri memiliki jenis pemasok yang berbeda sesuai jenis industrinya. Perusahaan industri jasa, misalnya sektor pendidikan, pemasoknya adalah para narasumber. Pemasok pada industri perbankan misalnya adalah para penyedia teknologi informasi dan jaringannya, penyedia peralatan dan peranti lunak, serta penyedia layanan keamanan. Pada industri pertambangan, para kontraktor juga bisa diperhitungkan sebagai salah satu pemasok.
Risiko Rantai Pasok
Semua jenis pemasok ini tentu memiliki potensi risiko yang perlu dikelola agar tidak sampai menjadi pengganggu kelancaran operasi perusahaan. Terdapat tiga jenis risiko yang dihadapi perusahaan dalam rantai pasok, yakni risiko operasional yang berkaitan dengan gangguan pengiriman barang dan jasa; risiko keuangan yang terjadi jika terdapat perubahan harga barang dan jasa; serta risiko reputasi yang berhubungan dengan hilangnya reputasi baik perusahaan.
Definisi rantai pasok, menurut Wikipedia, adalah suatu sistem yang bisa terdiri dari organisasi, manusia, teknologi, aktivitas, informasi, dan sumber daya yang menggerakkan suatu produk atau jasa dari para pemasok ke konsumen. Rantai pasok ini penting dikelola agar perusahaan tidak mengalami kerugian sebagai akibat dari kesalahan dari pemasoknya.
Suatu perusahaan atau organisasi dapat saja kehilangan reputasi akibat praktik bisnis tidak etis yang dilakukan para pemasoknya. Perilaku para narasumber yang kurang etis atau kurang profesional, misalnya, dapat merusak reputasi lembaga pendidikan yang memperkerjakannya.
Jika pemasok membayar upah pegawainya di bawah upah minimum atau tidak memperhatikan kondisi tempat kerja para pegawainya, ini dapat merusak reputasi perusahaan yang membeli jasa pasokannya. Contohnya, kasus perusahaan Foxconn di China yang terjadi baru-baru ini. Karyawan pada perusahaan pemasok komponen untuk membuat produk-produk perusahaan Apple ini banyak yang bunuh diri.
Selain upah pegawai di perusahaan Foxconn di bawah upah minimum, di perusahaan ini juga terdapat beberapa pekerja berusia 12-15 tahun dengan waktu kerja pegawai 12 jam nonstop. Meskipun operasi perusahaan yang tidak etis ini tidak dilakukan langsung Apple, tetapi reputasi perusahaan komputer ternama ini sempat memburuk karena ulah praktik bisnis tidak etis yang dilakukan pemasoknya.
Standar dan Peraturan
Dalam ruang lingkup global, terdapat ISO 28000 yang khusus mengatur standardisasi sistem keamanan bagi rantai pasok. Sementara itu, pedoman tanggung jawab sosial organisasi, ISO 26000, juga menjelaskan bahwa para pemasok harus melakukan tanggung jawab sosial untuk tujuh isu utama, yakni tata kelola, hak asasi manusia (HAM), lingkungan hidup, praktik pekerja, praktik bisnis yang adil, isu konsumen, serta kontribusi kepada konsumen dan masyarakat. Jadi pemasok punya kewajiban sama dengan perusahaan/organisasi yang merupakan konsumen mereka.
Di Indonesia terdapat Peraturan Presiden No 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional. Dalam Lampiran peraturan tersebut dipaparkan bahwa Bank Dunia telah melakukan survei terhadap 155 negara atas kinerja logistik, dan mengeluarkan Indeks Kinerja Logistik (Logistics Performance Index/LPI), di mana Indonesia berada di peringkat 75. Hal ini menunjukkan rendahnya kinerja kita.
Ruang Lingkup
Selanjutnya, masih dalam Lampiran dijelaskan bahwa ruang lingkup logistik adalah bagian dari rantai pasok (supply chain) yang menangani arus barang, arus informasi, dan arus uang melalui proses pengadaan (procurement), penyimpanan (warehousing), transportasi (transportation), distribusi (distribution), dan pelayanan pengantaran (delivery services) sesuai jenis, kualitas, jumlah, waktu dan tempat yang dikehendaki konsumen, secara aman, efektif dan efisien, mulai dari titik asal (point of origin) sampai dengan titik tujuan (point of destination). Sementara itu, aktivitas pokok logistik meliputi pengadaan, produksi, pergudangan, distribusi, transportasi, dan pengantaran barang.
Berdasarkan hasil penelitian Veritia Sukarta (2012) dari MM-CSR Universitas Trisakti, diketahui bahwa persoalan rantai pemasok pada salah satu perusahaan dalam industri tambang adalah kebijakan dan tata kelola; komunikasi dan pemahaman kebijakan; manajemen pengelolaan pemasok; dan pelaporan kinerja.
Hasil penelitian Veritia menunjukkan bahwa perusahaan tidak memperbaharui kode etik yang telah dibuat. Perusahaan juga tidak menyosialisasikan kode etik tersebut kepada para pemasok; metode pengawasan tidak disiplin; kurang berkolaborasi dengan pemasok untuk menyusun kode etik; dan tidak ada sistem untuk menerima dan merespons keluhan.
Pentingnya Tata Kelola
Selain hal-hal yang tercantum dalam standar, pedoman, dan peraturan tersebut, terdapat persoalan penting dalam rantai pasok, yakni tata kelola (governance).
Isu tata kelola, misalkan pada proses pengadaan, terdapat diskon yang tidak dilaporkan, di mana diskon dapat berupa diskon barang atau diskon harga. Selain itu terdapat praktik “arisan tender” untuk para pemasok sehingga kualitas praktik bisnis pemasok tidak diseleksi. Nilai penyusutan dari barang yang dibeli oleh perusahaan terkadang juga tidak diperhitungkan sehingga merugikan perusahaan karena membeli dengan harga terlalu tinggi. Jadi, kriteria pemilihan pemasok tidak jelas.
Tata kelola dapat diwujudkan dalam bentuk kode etik untuk para pemasok. Akan tetapi prinsip tata kelola penting dicantumkan dalam kode etik tersebut. Misalnya, transparansi dan akuntabilitas.
Tantangan yang dihadapi perusahaan dalam mengelola rantai pasok adalah biaya yang tinggi, kinerja pemasok yang kurang memenuhi standar, dan terbatasnya informasi mengenai pemasok yang baik. Oleh sebab itu, terdapat beberapa kegiatan yang dapat diusulkan untuk mengelola rantai pasok, seperti dalam berikut ini:
Kegiatan Mengelola Rantai Pasok, dimodifikasi dari Wallenius Wilhelmsen Logistics:
Tantangan
- Biaya tinggi
- Kinerja buruk pemasok
- Terbatasnya informasi
Kegiatan
- Perencanaan pembelian
- Manajemen proyek
- Pelaporan kinerja
- Manajemen klaim
- Pembelian dan kontrak
- Administrasi pembayaran
Manfaat
- Biaya rendah
- Dapat diandalkan
- Meningkatnya kontrol
CSR adalah kegitan yang menciptakan manfaat (impact building), bukan sekadar pencitraan (image building). Maka, membuat program pendidikan kepada pemasok agar menjalankan praktik bisnis etis merupakan upaya perusahaan untuk menciptakan manfaat bagi pemangku kepentingannya, yang pada akhirnya dapat menciptakan citra baik bagi perusahaan.
*Penulis adalah Direktur Program Magister Management-Corporate Social Responsibility (MM-CSR) Universitas Trisakti.
Bergabunglah dengan kami @