Inovasi dalam CSR sangat penting. Tanpa inovasi, dana yang dipergunakan untuk CSR tidak akan bermanfaat.
Perusahaan perlu memiliki ide kreatif saat mendesain program atau strategi tanggung jawab sosial (CSR)-nya. Apabila ide kreatif tersebut diwujudkan menjadi kenyataan, itulah yang disebut inovasi.
Inovasi dalam CSR sangat penting. Tanpa inovasi, dana yang dipergunakan untuk CSR hanya akan terbuang tanpa manfaat. Tanpa ide kreatif, citra perusahaan hanya akan meningkat dalam jangka pendek, sedangkan melalui inovasi, kegiatan CSR akan bermanfaat karena dapat menciptakan kemandirian komunitas target, mengangkat citra perusahaan dalam jangka panjang, dan menghasilkan keuntungan finansial bagi perusahaan.
Tahap Inovasi
Terdapat beberapa tahap dan cara melakukan inovasi. Bagi perusahaan yang akan membuka bisnis atau pabrik di daerah baru, inovasi bisa dilakukan pada tahap persiapan. Pada perusahaan yang sudah berdiri, inovasi bisa dilakukan saat memasuki tahap keberlanjutan (continuation stage).
Desain program atau strategi CSR harus diarahkan pada pemangku kepentingan, baik di dalam maupun luar perusahaan. Jadi, CSR juga harus dilakukan perusahaan untuk para karyawan selain untuk pihak luar, seperti komunitas, pemasok, dan pemerintah.
Pada tahap persiapan, perusahaan dapat berinovasi dengan mempersiapkan masyarakat sekitar agar dapat menjadi pendukung keberadaan perusahaan. Misalnya, dengan menyelenggarakan pelatihan bagi komunitas terdekat untuk menciptakan bisnis jasa yang berguna bagi perusahaan.
Perusahaan, misalnya, bisa memberikan pelatihan bagi masyarakat yang ingin menjadi pengusaha penyedia jasa layanan kebersihan (cleaning service). Perusahaan juga dapat mengajari petani cara bertanam tanaman organik sehingga mereka dapat menjadi pemasok sayur bagi perusahaan.
Perusahaan juga dapat menyelenggarakan pendidikan manajemen jasa (hospitality) sehingga bisnis jasa, seperti rumah makan, transportasi, dan toko, di sekitar perusahaan bisa lebih profesional. Hal ini akan bermanfaat bagi karyawan, karena mereka akan mendapatkan layanan terbaik jika berbelanja di restoran atau toko terdekat.
Jika perusahaan sudah cukup lama melakukan CSR, mengikuti matriks inovasi adalah salah satu metode yang bisa dilakukan. Matriks ini pertama kali diperkenalkan ahli matematika Igor Ansoff. Tujuannya membantu perusahaan menentukan alokasi dana untuk kebijakan pengembangan bisnis.
Tiga Kategori
Berdasarkan nilai investasi, inovasi dapat dilakukan dalam tiga kategori, yakni optimalisasi, ekspansi, dan transformasi. Dalam konteks inovasi mendesain strategi CSR, perusahaan dapat 1) mengoptimalkan program CSR yang telah ada, 2) mengulang program/strategi CSR yang telah berhasil ke anak perusahaan atau komunitas lain, 3) membuat program CSR yang sama sekali baru yang berkelanjutan, dalam arti perusahaan tidak membuat komunitas tergantung pada perusahaan dan dapat menyelesaikan persoalan sosial yang dihadapi pemangku kepentingan paling relevan.
Pengoptimalan program CSR pengembangan usaha kecil menengah (UKM) misalnya, bisa dengan cara melatih para binaan agar dapat mengkomersialkan produk atau jasa mereka. Misalnya, pelatihan membuat kemasan makanan yang lebih komersial, yang disertai catatan komposisi (ingredient), nomor izin BPOM, dan tanggal kedaluwarsa.
Perusahaan selanjutnya dapat membuatkan akses ke pasar. Misalnya, membangun infrastruktur jalan, pasar tradisional, dan tempat pameran. Terakhir, yang paling penting adalah membiayai binaan mengurus hak kekayaan intelektual (HAKI) yang umumnya cukup memakan waktu dan biaya.
Inovasi tahap ekspansi bisa dengan mereplikasi metode yang telah berhasil dilakukan ke komunitas lain. Misalnya, replikasi program peningkatan kemampuan komunitas (pelatihan, pendidikan, pemagangan); pendampingan (pemberian modal awal, konsultasi bisnis, monitor, dan evaluasi keberhasilan bisnis); komersialisasi; atau program pengurusan HAKI.
Transformasional
Inovasi transformasional CSR contohnya adalah membantu komunitas mendirikan bisnis sosial dengan kepemilikan kolektif (community enterprise). Di sini perusahaan harus bekerja sama dengan lembaga pendidikan yang kompeten untuk menjadi fasilitator bagi komunitas binaan guna mengidentifikasi persoalan sosial yang mereka hadapi serta menemukan solusinya.
Misalnya, di daerah tersebut masalah sosial yang dihadapi adalah penyakit HIV-AIDS, tetapi persoalan utamanya adalah budaya minum minuman keras sampai mabuk. Oleh karena mereka mabuk, terjadilah hubungan bebas yang menimbulkan penularan HIV.
Jika perusahaan melalui CSR mampu mengubah budaya minum menjadi budaya penyaluran energi melalui olahraga, dan mengubahnya menjadi bisnis yang menghasilkan pendapatan untuk komunitas, ini merupakan inovasi CSR yang transformasional. Masyarakat, misalnya, dapat diajari membuat klub olahraga, diberi modal, difasilitasi mengikuti kompetisi, dan dibantu turut dalam lomba nasional maupun internasional. Hal ini akan menciptakan lapangan pekerjaan, menyelesaikan persoalan sosial, dan tidak menciptakan ketergantungan komunitas pada perusahaan. Jadi program CSR akan berkelanjutan.
Perusahaan juga dapat menyelenggarakan pelatihan kepemimpinan dan kewirausahaan bagi kaum muda komunitas terdekat agar mereka berkeinginan membuka lapangan pekerjaan dan memajukan daerahnya. Dengan demikian, dalam jangka panjang komunitas tidak akan tergantung pada perusahaan.
Adanya inovasi dapat membuat komunitas merasa senang dengan keberadaan perusahaan. Oleh karena aspek kebahagiaan (wellbeing) terpenuhi, mereka akan melindungi perusahaan karena tidak ingin kedamaian dan kebahagiaan mereka terusik. Hal ini tentu tidak memberi keuntungan langsung pada perusahaan. Akan tetapi, dalam jangka panjang, perusahaan akan merasakan manfaatnya.
*Penulis adalah Direktur Magister Manajemen-Corporate Social Responsibility (MM-CSR) Universitas Trisakti.
Bergabunglah dengan kami @