Intervensi pemerintah daerah (Pemda) terhadap pelaksanaan CSR apakah membantu atau mempersulit? Teorinya seharusnya membantu, karena Pemda tentu mempunyai perencanaan pengembangan daerah yang tak semuanya dapat terlaksana akibat keterbatasan dana. Hal ini yang memberi peluang besar kepada sektor swasta dan BUMN yang bersedia membantu.
Selain itu, secara teoritis, Pemda seharusnya mampu meletakkan prioritas untuk mensinergitaskan program pengembangan dan program-program CSR perusahaan. Tapi, mengapa masih banyak kemiskinan di daerah sehingga mencari sesuap nasi saja sulit? Mengapa masih banyak infrastruktur yang kurang memadai, sekolah negeri yang reyot, dan lahan-lahan tandus yang terbengkalai? Padahal bila "teori-teori" di atas dipenuhi, seharusnya masalah di atas dapat dikurangi. Di lain pihak mengapa banyak BUMN lebih menyukai melakukan kegiatan PKBL secara langsung kepada komunitas?
Berdasarkan berbagai publikasi, banyak Pemda menghimbau perusahaan untuk menyerahkan dana CSR-nya untuk diimasukkan dalam APBD. Hal ini sangat bertentangan dengan hakekat CSR. Sebab, CSR adalah kebijakan strategis perusahaan untuk meningkatkan reputasi perusahaan dan memberiikan kembali (give-back) kepada masyarakat dari keuntungan yang diperoleh perusahaan. Caranya dengan membangun infrastruktur (sekolah, jalan dan lainnya), menyalurkan dana kemitraan dengan bunga rendah, maupun memberi pendampingan untuk give-back tersebut.
Prioritas dan sasaran utama CSR adalah untuk pemangku kepentingan yang paling legitimate (legitimate stakeholders). Para legitimatestakeholders yang mengetahui dan berinteraksi langsung dengan perusahaan melalui kegiatan CSR akan merasa lebih dekat dengan perusahaan dan berterima kasih. Bentuk rasa terima kasih bisa dalam bentuk tidak menggangggu jalannya operasi perusahaan, menceritakan kepada teman-temannya atas pengalaman menyenangkan yang mereka alami, bahkan menjadi pelanggan setia. Dengan demikian CSR harus ada pengembalian (return) bagi perusahaan. Jika dana CSR disalurkan Pemda, maka tidak tercapai sasaran CSR dan identitas perusahaan tidak dikenali oleh masyarakat.
Problema lain jika dana CSR diberikan untuk APBD: Siapa yang bisa menjamin good governance dari penggunaan dana tersebu? Apa yang akan diperoleh perusahaan sebagai return dari CSR mereka? Para pegawai dalam perusahaan yang berusaha sepanjang tahun untuk menghasilkan keuntungan, pada akhirnya harus menyerahkannya untuk tujuan yang tidak jelas. Di sini ada ketidakadilan, jadi bertentangan dengan sila kelima dari Pancasila.
Jangan pula terjadi Pemda menggunakan alasan meminta dana CSR dengan “senjata” pemberian izin. Jika perusahaan tak memberikan dana CSR, maka proses perizinan dipersulit bahkan izinnya tak dikeluarkan. Misalkan IUP (Izin Usaha Pertambangan) yang merupakan kartu truf mematikan bagi perusahaan tambang. Hal ini menempatkan perusahaan pada posisi "makan buah simalakama". Jika tak diberi, tak dapat izin. Jika dana diberikan, program CSR tak jalan dan melangggar kode etik good corporate governance, sehingga menjadi socially irresponsible.
Di ranah pengembangan perekonomian masyarakat lokal, Pemda hendaknya tidak mempersulit pelaksanaan CSR. Miisalnya dengari memperpanjang birokrasi dan pada akhirnya meningkatkan biaya. Contohnya dengan memaksa pembentukan tim pelaksana kegiatan CSR yang konsekuensinya adalah honor anggota tim.
Sebenarnya Pemda tidak perlu mengeluarkan “truf-truf” untuk perusahaan. Sebab, perusahaan pada umumnya sangat paham tujuan strategis kegiatan CSR mereka. Justru sebaiknya Pemda harus menciptakan suasana kondusif untuk memotivasi perusahaan-perusahaan ber-CSR. Dengan memberikan dukungan penuh, maka dijamin reputasi dari Pemda dan dukungan bagi Pemda tersebut akan meningkat. Jadi, pada akhirnya ada return yang diperoleh Pemda.
Kerja sama perusahaan dan Pemda boleh dalam bentuk apa saja, selain penyaluran dana CSR kepada Pemda. Misallkan dengan memberikan data asosiasi UKM, mempercepat urusan perizinan usaha bagi UKM binaan perusahaan dan sebagainya, sehingga dapat dicari titik temu antara program CSR dan program Pemda.
Bentuk dukungan Pemda kepada perusahaan-perusahaan hakikatnya merupakan social responsibility dari pemerintah daerah. Di lain pihak, perusahaan sebaiknya lebih membuka diri dan memberi peluang kepada Pemda untuk membantu mereka secara positif melalui dialog.
*Direktur CECT/ Direktur Program MM CSR Universitas Trisakti.
Artikel ini telah dimuat dalam Majalah Mitra, Media PKBL BUMN.
Bergabunglah dengan kami @